Peran sport science dalam dunia balap sepeda modern telah menjadi kunci utama untuk mengoptimalkan performa atlet hingga mencapai level tertinggi. Bidang ilmu ini tidak hanya fokus pada aspek fisik, tetapi juga mencakup fisiologi, biomekanik, nutrisi, dan psikologi, yang semuanya terintegrasi untuk menciptakan program pelatihan yang paling efektif dan efisien. Di tengah persaingan ketat, data dan analisis ilmiah menjadi penentu keberhasilan. Pada hari Selasa, 11 Juni 2024, dalam sebuah simposium sport science di Pusat Pelatihan Nasional Jakarta, seorang pakar biomekanika olahraga menekankan bahwa peran sport science sangat vital untuk memangkas sepersekian detik waktu tempuh.
Salah satu aplikasi konkret peran sport science adalah dalam analisis biomekanik. Para ilmuwan menganalisis posisi bersepeda atlet, sudut lutut, efisiensi kayuhan pedal, dan aerodinamika untuk menemukan posisi paling optimal yang mengurangi drag udara dan memaksimalkan transfer tenaga. Penggunaan teknologi seperti analisis gerak 3D dan terowongan angin membantu mengidentifikasi penyesuaian kecil pada sepeda atau posisi tubuh yang dapat menghasilkan keuntungan signifikan dalam kecepatan. Contohnya, tim balap sepeda profesional dari Indonesia yang berlaga di Tour de Singkarak pada 10 Mei 2025, berhasil meningkatkan kecepatan rata-rata sprint akhir mereka sebesar 2% setelah menjalani optimasi posisi bersepeda berdasarkan analisis biomekanik.
Selain itu, peran sport science juga sangat menonjol dalam pengembangan program latihan. Fisiolog olahraga menggunakan tes laboratorium seperti VO2 Max dan ambang laktat untuk menentukan zona latihan yang tepat bagi setiap atlet. Data ini memungkinkan pelatih merancang sesi latihan yang bervariasi, meliputi latihan interval intensitas tinggi, latihan daya tahan, dan latihan kekuatan, yang semuanya disesuaikan dengan fase musim dan tujuan kompetisi. Pemantauan data performa harian melalui perangkat wearable (seperti power meter dan monitor detak jantung) juga membantu pelatih dalam menyesuaikan beban latihan dan mencegah overtraining. Sebuah laporan dari tim medis Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada 15 Juni 2025, menguraikan bagaimana pemanfaatan data fisiologis telah mengurangi angka cedera non-kontak pada atlet balap sepeda sebesar 18% dalam setahun terakhir.
Dengan demikian, peran sport science telah mengubah paradigma pelatihan balap sepeda dari sekadar trial and error menjadi pendekatan yang sangat terukur dan berbasis data. Integrasi ilmu pengetahuan ini tidak hanya membantu atlet mencapai performa puncak, tetapi juga meminimalkan risiko cedera dan memperpanjang karier mereka di dunia balap sepeda yang sangat kompetitif.